12/11/08

14 oktober 2008

perlahan, menghitung hari untuknya tiba.

kelihatannya aku baik-baik saja.
menghitung hari pernikahannya yang jumlahnya tinggal beberapa jari di satu tangan dengan biasa-biasa saja. aku tak bersiap apa-apa. tidak pula bersiap untuk kehilangan dia. karena meski bagaimanapun aku menyiapkannya, aku tahu aku takkan pernah siap kehilangan dia. jadi aku tak menyiapkan apa-apa. toh masih ada kemungkinan aku tak kehilangan dia.

kelihatannya dia baik-baik saja.
aku tahu ini juga bukan hal mudah untuknya. kami tak pernah membahasnya. hanya dia memintaku membawa tisu banyak-banyak. entah untukku atau untuknya ( yang akhirnya kami berdua tidak jadi menggunakannya ). aku tak bisa membagi perasaanku pada orang lain, sebab saat ini dialah sahabat terbaikku. aku tahu diapun merasa hal yang sama. jadi kami menghabiskan lebih banyak waktu bersama daripada biasanya. bercinta lebih banyak, bercerita lebih banyak. memberi kenyamanan dan rasa aman pada satu sama lain mesi kami saling gelisah. tapi, sungguh, aku tak merasa gelisah. entah kata apa itu gelisah. banyak orang lebih merasa patah hati daripada rasa lain saat melihat kekasihnya akan menikah. banyak orang semakin kacau dengan keadaan ini. marah-marah. tidak tenang. aku tidak. aku merasa semakin hari semakin lebih kuat.

sebab aku tahu dia hanya kelihatan baik-baik saja.
sama sepertiku, dalam hatinya ada luka. tapi, entah, dalam hitungan jari hari-hari inipun aku merasa lebih bahagia. kebersamaan kami makin punya makna, sama-sama sangat menghargai waktu bersama. mungkin karena aku adalah sahabatnya dan dia adalah sahabat terbaikku jadi kami hanya butuh satu sama lain untuk menyelesaikan masalah ini tanpa orang ketiga. tanpa sahabat yang lain. karena dukungan satu sama lain-lah yang kami butuhkan. cukup aku dan dia. jadi aku menenangkannya. jadi dia menenangkanku.

sebab dia tahu aku hanya kelihatan baik-baik saja.
aku tak pernah mengejar orang sebelumnya. aku bersyukur aku mengejar orang yang tepat dalam pertama ini. aku bersyukur aku menginginkan orang yang benar. aku bersyukur akhirnya dia mencintaiku meski harus menunggu. menunggu bertahun-tahun untuk benar-benar dicintai oleh seseorang. seseorang yang benar. aku bersyukur aku berjalan di garis yang diinginkan otakku, bukan hanya hatiku. aku bersyukur untuk cinta ini, untuk kesabaranku dan untuk otakku yang tak hanya mengikuti hatiku.

sebab kami tahu kami baik-baik saja.
we're in the middle of twenties. muda, sarjana, in love with each other, and...happy.
ya, kami baik-baik saja.

No comments: